A.
Perkembangan Ilmu Pendidikan di Indonesia
Perkembangan Ilmu Pendidikan di Indonesia dalam kurun waktu
1965-1985 dapat dilihat dari beberapa segi :
1.
Latar
Belakang Historis
Sejarah kebijakan pendidikan di Indonesia dapat diikuti sesuai
dengan pembagian kurun waktu. Yang pertama pada periode 1945-1950. Pada periode
ini tanggal 17 Agustus 1945 adalah puncak perjuangan bangsa Indonesia untuk
bebas dari penjajahan dan merdeka mengatur dirinya atas tanggung jawabnya
sendiri dalam segi kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Semua itu telah
tercantum dalam pancasila selaku dasar negara dan telah disahkan pada tanggal
18 Agustus 1945 yang berbunyi “memajukan kesejahtraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Namun pada tahun 1950 terjadi perubahan tujuan
pendidikan yang sebelumnya (pada tahun 1945) adalah pembentukan warga negara
yang sejati yang sanggup menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk negara dan
bangsa Indonesia, maka berubah menjadi membentuk manusia yang susila dan cakap
dan warga negara yang demokratis serrta bertanggung jawab tentang kesejahtraan
masyarakat dan tanah air.
Periode yang kedua pada tahun 1959-1966; pada tahun ini
tidak
banyak kebijakan pendidikan yang dicatat karena terjadi peristiwa penting dalam
sejarah yakni kembalinya Negara Kesatua Republik Indonesia. Pada masa ini
berdasarkan PP No. 65 Tahun 1951, biaya penyelenggaraan pendidikan
diserahkan/dibebankan kepada orang tua murid, pengadaan sarana dan prasarana
termasuk gedung sekolah dipikul oleh daerah, dan gaji guru dan tenaga
kependidikan lainnya dibiayai oleh pemerintah pusat. Yang paling penting pada
periode ini adalah lahirnya perundang-undangan pengaturan pendidikan yang
pertama pada tahun 1950 yaitu UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar dan tujuan
pendidikan dan pengajaran dan organisasi sekolah-sekolah.
Periode yang ketiga pada tahun 1959-1966; pada periode ini tujuan
pendidikan daerah diubah, yaitu supaya melahirkan warga negara Sosialis
Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya Masyarakat
Sosialis Indonesia, adil, dan makmur spiritual maupun material dan berjiwa
Pancasila. Tujuan pendidikan ini mulai goyah ketika meletusnya G 30-S/PKI. Hal
penting diperiode ini adalah lahirnya UU No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan
Tinggi. Namun UU pendidikan ini baik UU No. 4 maupun UU No. 22 dari segi hukum
dan teknis pendidikan memiliki kelemahan dan tidak berfungsi usaha
menyelenggarakan pendidikan dipergunakan ketentuan hukum yang lebih tinggi
derajatnya berupa ketetapan MPR berupa GBHN.
Periode yang keempat pada tahun 1966-1998 yang berlandaskan kepada
ketetapan-ketetapan MPRS tahun 1966, dan Ketetapan-ketetapan MPR tahun 1973,
1978, dan 1983, banyak kebijakan-kebijakan pendidikan yang telah dikeluarkan
yang berwujud sebagai undang undang, peraturan pemerintah, keputusan-keputusan,
surat edaran, peroyek peningkatan dan pengembangan pendidikan dalam
sarana/prasarana, kurikulum tahun 1975, 1984, 1994, metode, dan sebagainya demi
mencapai tujuan pendidikan yang telah digariskan dalam TAP-TAP tersebut. Secara
ringkasnya, kebujakan-kebijakan pendidikan pada masa ini dititik beratkan pada
maslah-masalah pemerataan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, efektifitas
dan efisiensi pendidikan dengan pembangunan nasional.
Periode yang kelima pada tahun; 1998-2000. Pada peeriode ini era
reformasi yang menjadi tonggak sejarah perubahan dengan runtuhnya rezim
Soeharto yang disebabkan karena adanya demonstrasi besar-besaran. Tokoh penting
yang menjadi pembicara di Era ini adalah Amin Rais yang belakangan disebut
sebgai bapak reformasi. Tahun 1999 lahir UU Pemerintah Daerah N0. 22 tahun 1999
yang menitik beratkan pada pemerintah kabupaten/kota.
Periode yang terakhir yaitu pada tahun 2000-sekarang adalah era
otonomi/ desentralisasi. Undang-undang tentang otonomi daerah diatur dalam UU
No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, UU No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, UU No.
10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Untuk bidang
pendidikan lahirlah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
2.
Pendidikan
dan Ilmu Pendidikan
a.
Makna
Pendidikan
Ki Hajar Dewantara, pada waktu mengembangkan sistem pendidikan
melalui perguruan Taman Siswa mengartikan pendidikan sebagai upaya suatu bangas
untuk memelihara dan mengembangkan benih turunan bangsa itu. Untuk itu, manusia
sebagai individu harus dikembangkan jiwa dan raganya dengan menggunakan segala
alat pendidikan dan didasarkan adat istiadat bangsa itu. Sedangkan menerut
beberapa ahli pendidikan adalah :
a)
M.J.
Langeveled
Menurutnya pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaan
dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak
dengan bantuan orang lain, dengan kata lain membimbing anak mencapai
kedewasaan.
b)
J.J.
Rousseau
Filosof dari Swiss Tahun 1712-1778. Pembekalan yang tidak ada pada
masa kanak-kanak, tapi dibutuhkan pada masa depan.
c)
John
dewey
Filosof dari Chicago tahun 1859 M-1952 M. Beliau berpendapat bahwa
pendidikan adalah pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara
intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia. Dengan kata lain
sebagai usaha pengembangan potensi individu setiap peserta didik.
d)
Ivan
Illc
Sedangkan
menurut Ivan Illc pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan yang mengembangkan
kematangan beragama dapat menjadikan individu sebagai seorang yang memiliki
kekuatan spiritual quetion untuk itu dapat dikembangkan sembilan aspek
filosofis religius yangg dapat dijadikan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1)
Tarbiyah
Imaniyah (keimanan)
2)
Tarbiyah
Ruhiyat (Ruh)
3)
Tarbiyah
Fikriyah (Fikir)
4)
Tarbiyah
Akkriyah (Emosi)
5)
Tarbiyah
Akhlaq (Ahlak)
6)
Tarbiyah
Istimariyah (Bermasyarakat)
7)
Tarbiyah
Iradah (keinginan): Keinginan harus dididik
8)
Tarbiyah
Badriyah (Fisik/Kesehatan)
9)
Tarbiyah
Jinsiyah (Sex/Jenis Kelamin)
b.
Ilmu
Pendidikan
Ilmu pendidikan memiliki objek penelitiannya yang khas yaitu
fenomena atau situasi pendidikan yang dimana dalam proses pengarahan dan
perkembangannya peserta didik terjadi interaksi antar pelajar atau peserta
didik dengan pendidikan sedangkan metode pengamatan yang digunakan adalah
pepaduan dua pendekatan yang filosofis dan empiris. Hasil dari kedua pendekatan
itu akan berupa suatu teori pendidikan. Pendekatan filosofis bukan hanya
mempertanyakan tentang hakikat dan tujuan hidup manusia tetappi juga tentang
kemungkinan pendidikan dalam arti kemampuan manusia berkembang dan menerima
pengaruh dari luar terutama secara etis sehingga pertumbuhan dan perkembangan
manusia itu dapat diarahkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat berdasarkan potensi dan sifat-sifat bawaan seorang
peserta didik sebagai makhluk sosial dan sebagai individu.
Pedekatan empiris mempertanyakan persyaratan-persyaratan teknis
termasuk penciptaan situasi pendidikan, segala upaya dan alat pendidikan yang
sesuai dan efektif dalam membantu dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik tersebut. Peneropongan filosofis menghasilkan asumsi-asumsi dasar
tentang hakikat dan tujuan hidup manusia, tentang sifat-sifat dan potensi
manusia untuk berkembang dan menerima pengaruh dari luar dan nilai serta norma
yang dipergunakan dalam mengarahkan perkembangan itu, dalam arti untuk mencapai
tujuan pendidikan. Peneropongan empiris menghasilkan teori-teori tentang
situasi alat-alat atau sarana dan prasarana yang efektif untuk mencapai tujuan
hidup.
c.
Ciri-ciri
Keilmuan dan Ilmu Pendidikan
Menurut Ogburn dan Nimkoff ilmu adalah pengetahuan arti dari ilmu
itu terletak pada arti pengetahuan yang dapat dibedakan dari kepercayaan,
tahayul dan informasi yang salah. Pengetahuan bukan hanya membawa kepastian dan
perkiraan saja, melainkan menghalaukan ketakutan yang datang dari ketidak
tentuan. Dalam kaitan ini suatu ilmu perlu memiliki tiga dasar keilmuan yaitu
sebagai berikut :
1)
Dasar
ontologis, yaitu adanya objek penalaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan
yang dapat diamati atau di uji melalui alat dari manusia. Ilmu adalah
pengetahuan yang empirik.
2)
Dasar
epistemologis, yaitu adanya cara atau metode untuk menelaah objek tersebut:
metode ilmiah. Ke dalamnya termasuk penalaran deduktif dan pendekatan empirik
yang bersifat induktif dengan menggunakan statistika sebagai metode penunjang.
3)
Dasar
aksiologis, yaitu adanya nilai kegunaan dari pengetahuan itu bagi kepentingan
kesejahtraan manusia lahir dan batin. Dalam hal ini landasan moral sangatlah
penting dalam pengetahuan yang dikembangkan dalam ilmu itu tidak
disalahgunakan.
Ilmu bertujuan menambah kebenaran kepada pengetahuan yang telah ada
dengan memberikan dan menjelaskan secara teliti. Dengan memperhatikan ciri-ciri
dan tujuan ilmu yang dikemukakan oleh Karl Pearson, maka dapat disimpulkan
bahwa ilmu itu mempunyai fungsi memahami, menjelaskan, meramalkan, dan
mengendalikan batang tubuh pengetahuan yang bersangkutan.
d.
Batang
Tubuh Pengetahuan Ilmu Pendidikan
Batang tubuh suatu ilmu dapat dilihat dari jelas tidaknya objek
yang ditangani ilmu tersebut. Objek pengetahuan itu dapat dibedakan antara
objek material yaitu unsur inti yang ditelaah dalam ilmu yang bersangkutan dan
objek formal yaitu unsur-unsur yang saling berkaitan dan mengacu kepada objek
materialnya. Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Perilaku
manusia merupakan pencerminan keinginan dan tujuan manusia yang dalam
penafsirannya perilaku manusia itu, banyak pendapat yang berbeda bahkan
bertentangan. Sedangkan objek formalilmu pendidikan dapat dianalisis menjadi
beberapa unsur. Menurut Langeveld berpendapat bahwa objek formal ini dengan
menganalisis situasi pendidikan. Dari situasi pendidikan itu diperoleh
unsur-unsur terpadu yang mencakup:
1)
Tujuan
pendidikan
2)
Peserta
didik
3)
Pendidik
4)
Hubungan
peserta didik dan pendidik yang berupa cara atau metode pendidikan
5)
Materi
atau bahan pendidikan
6)
Penilaian
7)
Konteks
sosial dan budaya
3.
Ilmu
Pendidikan dan Ilmu Sosial Dasar
Ilmu pendidikan merupakan ilmu yang mempunyai objek material
perilaku manusia. Apabila diperhatikan, perilaku manusia itu menjadi objek
material berbagai ilmu dasar sosial lainnya. Oleh karena itu, banyak ilmu-ilmu
yang bertumpuan pada ilmu pendidikan dengan ilmu sosial dasar lainnya itu. Lain
dari itu ilmu sosial dasar maupun ilmu terapan, pada umumnya meletakkan tumpuan
dasarnya pada filsafat. Oleh karena itu mudah dipahami apabila pendidikan
sebagai ilmu menerima sumbangan yang besar baik dari filsafat maupun dari ilmu
sosial dasar. Yang dimaksud dengan ilmu sosial dasar adalah sosiologi,
antropologi, psikologi, dan psikologi sosil. Ilmu sosial dasar seperti
sosiologi, antropologi, psikologi, dan psikologi sosil itu memberikan umpan
material yang berguna kepada ilmu pendidikan untuk memecahkan masalah
kemanusiaan dalam rangka membawa atau membimbing insan yang belum dewasa
kedewasanyadan membawa diri dalam perrkembangannya sepanjang hayat.
4.
Ilmu
Pendidikan di Indonesia
i.
Gambaran
Keadaan
pendidikan
yang ada di Indonesia belum berkembang sebagai mana mestinya. Ilmu pendidikann
yang berkembang di Indonesia adalah Ilmu Pendidikan yang dikembangkan oleh
ahli-ahli di luar Indonesia. Bibit konsep pendidikan yang di kembangkan oleh Ki
Hajar Dewantara tidak mendapat pengambangan dalam arti penelaah empirik.
Konsep-konsep itu langsung dijadikan bahan pemikiran dalam praktik pendidikan,
seperti halnya dengan konsep-konsep yang datang dari luar. Demikian pula dasar
falsafah pancasila. Para ahli dalam bidang pendidikan cenderung untuk
menerapkan langsung asas-asas itu dalam praktik pendidikan, tanpa disusun
terlebih dahulu dalam bentuk ilmu pendidikan.
Dalam pengembangan Ilmu Pendidikan di Indonesia itu dapat dikemukan
bahwa di satu pihak kurang sekali atau malah tidak ada pengamatan atau
penelitian empiris baik berupa eksperimen atau uji coba lapangan maupun
pengamatan situasi pendidikan yang terarah kepada penyempurnaan teori yang ada,
apa lagi yang melahirkan teori pendidikan yang baru dan sesuai dengan suasana
sosio-kultural di Indonesia. Dengan demikian dapat di simpulkan, bahwa ilmu
pendidikan di Indonesia di sebabkan oleh dua faktor.
Yaitu yang pertama, karena kesulitan penelitian di bidang empirik
di bidang pengembangan ilmu pendidikan yang menyebabkan kita mengambil jalan
yang mudah dengan menerima saja hasil-hasil penelitian empiris dari
negara-negara lain khususnya Amerika Serikat. Yang kedua yaitu, sulitnya
mengoprasionalisasikan filsafat pancasila ke dalam pendidikan yang menyebabkan
kita dengan mudah saja mengutip asas-asas Pancasila itu, dan dengan kutipan itu
seakan-akan sudah cukup untuk memberi dasar dan kaitan terhadap konsep-konsep
dan program pendidikan yang kita laksanakan sehari-hari.
ii.
Kecenderungan
Ilmu Pendidikan di Indonesia
Selama dua puluh tahun terakhir ini telah berkembang suatu konsepsi
yang telah menjadi kebijaksanaan umum pendidikan nasional, baik di tinjau dari
segi mikro maupun dari segi makro, bahwa :
a.
Pendidikan
berlangsung seumur hidup dalam semua lingkungan
b.
Pendidikan
bersifat semesta, menyuruh, dan terpadu
c.
Pendidikan
adalah bagian dari kebudayaan dan masyarakat
Ketiga
kebijakan umum pendidikan nasional tersebut nampaknya didasarkan kepada
beberapa teori pendidikan tertentu. Pertama, pendidikan sebagai proses yang
berlangsung sepanjang hayat seseorang (sejak lahir sampai mati). Kedua,
pendidikan dilandasakan kepada pandangan yang menganggap manusia sebagai satu
keseluruhan yang utuh yaitu manusia Indonesia seutuhnya, yang keseluruhan
segi-segi kemanusiaannya harus di kembangkan secara utuh dan terpadu. Ketiga,
pendidikan dilihat sebagai suatu sistem diantaranya sistem-sistem sosial yang
lain dan diantara sistem-sistem itu terdapat supra sistem yaitu kebudayaan,
masyarakat, dan bangsa Indonesia.
5.
Teori-teori
yang Di gunakan
Seperti dikemukakan terlebih dahulu, ilmu pendidikan Indonesia
belum berkembang atau lebih tepat belum mempunyai bentuk. Sebagai akibat dari
keadaan itu, maka praktik pendidikan dan upaya pemecahan masalah pendidikan di
Indonesia masih menggunakan teori-teori yang berasal dari dan bersifat
universal. Di samping itu, digunakan pula gagasan-gagasan tradisional yang
berkembang di Indonesia pada masa lalu yang tidak sempat muncul sebagai teori
yang tersurat. Penggunaan gagasan tersebut pada umumnya tidak intensional melainkan
diterapkan melalui upaya pribadi para pendidik. Teori-teori tentang pendidikan
yang datang dari luar banyak di gunakan baik secara langsung maupun tidak
langsung antara lain adalah sebagai berikut :
1)
Teori
pendidikan naturalistik yang di kembangkan oleh J.J. Rousseau
2)
Teori-teori
pendidikan yang di kembangkan oleh Pestalozzi, Montessori, Declory, dan Frobel
3)
Gagasan-gagasan
Rabindranath Tagore
4)
Teori
pendidikan fenomelogis yang dikembangkan oleh M.J. Langeveld
5)
Teori
pendidikan yang bersifat pragmatis-instrumentalis yang dipelopori oleh John
Dewey dari Amerika Serikat
6)
Teori
pendidikan Bahavioristik
7)
Teori
pendidikan holistic-humanistic
Diantara teori-teori dan gagasan pendidikan yang datanng dari luar,
praktik pendidikan di Indonesia dewasa ini juga banyak menggunakan
gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh pendidikan Indonesia
sendiri. Banyak dari gagasan-gagasan itu yang telah menampung gagasan yang
datang dari luar baik ditampung secara sadar maupun tidak sadar. Gagasan pokok
yang sangat terkenla adalah yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara melalui
sistem Perguruan Taman Siswa.
Keseluruhan gagasan pendidikan Ki Hajar Dewantara tertuang dalam
lima asas pendidikan yang disebut “Pancadarma Taman Siswa” yang meliputi
asas-asas sebagai berikut:
1)
Kemerdekaan
2)
Kodrat
Alam
3)
Kebudayaan
4)
Kebangsaan
5)
Kemanusiaan
Di smping gagasan Ki hajar Dewantara ada juga gagasan lain yang
muncul di Indonesia seprti Budi Utoma yang menetang penjajah, Sarekat Islam,
Muhammadiyah, dan Misi Katolik yang berlandaskan agama lalu ada juga yanng
berladasakan sosial seperti sekolah Kartini, Keutamaan Istri, Paguyuban
Pasundan, dan Serikat Ambon.
B.
Langkah Permulaan Ke Arah Studi Tentang Produktivitas Pendidikan
Langkah permulaan ke arah studi tentang produktivitas pendidikan
yang pertama adalah rasional. Maksudnya kita harus memajukan rasional
produktivitas sistem pendidikan di Indonesia. Ketika kita hendak memajukan
Produktivitas sistem Pendidikan di Indonesia akan ada pertanyaan yaitu yang
pertama :
1)
Apakah
Sistem Pendidikan Kita Sekarang Produktif ?
2)
Dimana
masalah rendahnya produktivitas pendidikan yang paling kritis ?
3)
Adakah
jalan-jalan alternatifuntuk meningkatkan produktivitas pendidikan ?
Setelah kita menjawab pertanyaan di atas baru lah kita dapat
menjawab bisa atau tidak kita meningkatkan produktivitas pendidikan di
Indonesia (yang akan di bahas pada saat diskusi).
C.
Produktifitas Pendidikan Masalah Yang Strategik
Perkembangan
pendidikan di Indonesia dalam kurun waktu 1990 – 2010 menunjukan kemajuan yang
pesat, secara kuantitatif yang menuju kearah pemerataan dan peningkatan mutu
pendidikan . Namun demikian, dengan perhatian pemerintah dan rakyat Indonesia
yang begitu besar terhadap pendidikan, dirasa perlu untuk melihat permasalahan
yang strategic secara menyeluruh yang
ada garis besarnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
Bangsa yang besar
yang hidup dalam ribuan pulau yang beraneka ragam budaya ingin semakin
diperkokoh dengan membelajarkan kedewasaan dan kemandirian sehingga tumbuh
persaan dan tanggung jawab untuk bersatu mempertahankan mempersatukan diri
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki dasar negara,
falsafah hidup dan kepribadian bangsa.
Kemajuan –
kemajuan dalam proses pembangunan yang terus melaju masih dihinggapi
kesenjangan fundamental yaitu kesenjangan yang terdapat pada manusia sendiri
sebagai inti pembangunan nasional yaitu kesenjangan atau krisis produktivitas
kualitas manusia. Produktivitas dalam arti keseluruhan proses penataan sumber
daya untuk mencapai tujuan pembangunan khususnya pembagunan pendidikan yang
efektif dan efisiensi . Perpaduan efektivitas dan efesiensi daapt dilihat pada
keutuhan manusia Indonesia dalam prestasi dan proses atas suasana terutama
dalam pembangunan pendidikan itu sendiri.
Dari Gejala –
gejala tersebut dapat disimpulkan indikasi kesenjangan atau kritis
produktivitas kualitas manusia yang relatif rendah baik dalam proses maupun
proses ( suasana ). Apabila kesenjagan itu dibiarkan berlarut – larut dapat
menggangu laju pembangunan dan dapat menguncangkan stabilitas nasional . oleh karena itu , tidak
mengherankan bila khususnya Kementrian
Pendidikan Nasional terus bergiat melalui kebijakan – kebijakan peningkatan
profesionalisme maupun tata kelola pendidikan yang lebih akuntabel,
berkualitas, dan terstandardisasi nasional juga internasional .secara
Sistematik, permasalahan pendidikan dapat dilihat pada bagan berikut.
D.
Konsep Dasar Produktivitas Pendidikan
1)
Pengertian
Produktivitas
Dalam bahasa
inggris, produktivitas adalah productivity berasal dari kata produce yang
berarti menghasilkan dan activity atau
kegiatan. Jadi, produktivitas berarti kegiatan untuk menghasilkan sesuatu (
barang atau jasa ).Produktivitas berbeda dengan pengertian produk yang hanya
sebagai output atau hasil. Produktivitas berbeda dengan pengertian produk yang
hanya sebagai output atau hasil. Produktivitas harus memiliki muatan lebih .
orang yang produktivitasnya tinggi adalah orang yang mencapai banyak hasil
dalam hidupnya . semakin tinggi tingkat produktivitasnya berarti semakin banyak
hasil yang ia capai dan semakin banyak tujuan – tujuan yang ia tetapkan dapat
direalisasikan.
2)
Produktivitas
Pendidikan
Produktivitas
pendidikan dapat dilihat dari output pendidikan yang berupa prestasi , serta
proses pendidikan yang berupa suasana pendidikan . Prestasi dapat dilihat dari
masukan yang merata, jumlah tamtan yang banyak. mutu muatan yang tinggi ,
relevansi yang tinggi dan dari sisi ekonomi yang berupa penyelenggaraan
penghasilan . Sedangkan proses atau suasana tampak dalam kegairahan belajar ,
dan semangat kerja yang tinggi serta kepercayaan dari berbagi pihak . Secara
sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur dengan melihat indeks
pengeluaran riil pendidikan, dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari
banyaknya peserta didik yang didik .
Esensi dari
produktivitas pendidikan adalah prestasi siswa secara akademik dan non akademik
yang ditunjang oleh system yang bermutu dimana seluruh unsure pendidikan
terutama 6 standar menunjukan prestasinya masing – masing .
1)
Guru
dan tenaga kependidikan lainya bekerja professional dan produktif
2)
Sarana
prasarana dimanfaatkan secara maksimal
3)
Kurikulum
relevan dengan kebutuhan dan kehidupan dari standar isi maupun standar
prosesnya, maupun dari system pinilaianya
4)
Manajement
sudah mencerminkan prinsip good
government dengan akuntabilitas yang tinggi
5)
Penggunaan
keuangan sudah inhern dengan tujuan –tujuan pendidikan
6)
Masyarakat
pendidikan sudah berkontribusi dan bertanggung jawab terhadap kemajuan
pendidikan
3)
Faktor
– faktor yang Mempengaruhi produktivitas
“Tujuan merupakan
keniscayaan dari kerja kerasmu”, merupakan suatu statement yang menekankan pada
kekuatan kerja sebagai kunci keberhasilan. Ini artinya tujan sebagai ukuran
produktivitas sangat tergantung pada proses yang dilakukan secara serius. Dalam
bidang pendidikan yang tujuannya focus
pada penciptaan sumber daya manusia yang berkualitas sangat tergantung pada
proses yang sinergetik sifatnya, yaitu suatu proses yang terbentuk dari berbagai
factor secara keseluruhan yang secara sadar bekerja untuk mencapai tujuan umum.
Pendidikan adalah
proses yang kompleks dengan banyak variable yang mempengaruhi. Setidaknya dari
personil yang terkait dan berada dalam system sekolah ada 12 jenis personil
yang mempengaruhi yaitu pengawas sekolah, kepala sekolah, guru mata pelajaran,
guru BK, kepala TU, staff TU, Pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar,
komite sekolah, orang tua siswa, penguru organisasi siswa,dan penjaga sekolah.
Personil – personil ini harus bekerja sesuai kapasitas dan kapabilitasnya
dengan mengedepankan syarat profesionalisme. Mereka adalah orang – orang
terpenting yang dapat menunjukan produktivitas secara nyata. Mereka bekerja
ditopang oleh sumber – sumber lain yang menjadi variable pendukung utama yaitu
adanya alat, sumber dan media, untuk dipergunakan bagi pengaturan proses
belajar mengajar yang memerlukan adanya kurikulum, strategi pembelajaran, dan
evaluasi.
Mali ( 1978 )
mengatakan bahwa proses pendidikan dipengaruhi oleh banyak factor, ada 30
(faktor) yang menjadi variable
produktivitas yang dapat dinyatakan secara singkat sebagai berikut :
1)
Pada
level keempat (tertinggi) yang mempengaruhi produktivitas secara langsung
adalah efektivitas (performance) dan efisiensi (penggunaan sumber).
2)
Pada
level ketiga, yang mempengaruhi produktivitas secara tidak langsung adalah
keterampilan (skill), motivasi, metode, dan biaya.
3)
Pada
level kedua, yang mempengaruhi produktivitas terdiri atas kepemimpinan,
pengalaman, iklim, insentif jadwal, struktur organisasi, teknologi dan material.
4)
Pada
level pertama, adalah yang paling tidak langsung pengaruhnya atas produktivitas
adalah kemampuan, gaya, latihan, kondisi fisik, kesatuan, kesadaran social,
tingkat aprisiasi, proses, pembagian tugas, kebijaksanaan, penelitian dan
pengembangan, badan usaha dan perlengkapannya, standar, dan kuantitas.
4)
Pengukuran
Produktivitas
Tinggi rendahnya
produktivitas sekolah ditentukan oleh hasil pengukuran dengan menggunakan
beberapa indikator. Metode pengukuran dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu
dengan cara produktivitas tital dan produktivitas persial, Produktivitas total
dinyatakan dengan perbandingan antara output dan seluruh input atau sumber daya
yang digunakan, seperti tenaga kerja, modal, mesin, bahan baku dan energi,
sedangkan produktivitas persial adalah pengukuran produktivitas untuk setiap
sumber daya yang digunakan dalam proses produksi.
Kajian terhadap
produktivitas secara lebih komperehensif adalah keluaran yang banyak dan
bermutu dari tiap – tiap fungsi atau peranan penyelenggaraan sekolah, seperti
dijelaskan Thomas ( 1972 ) yang menyodorkan tiga pendekatan mengukur
produktivitas yaitu:
1)
The
administrator’s production function
2)
The
Psychologis’s production function
3)
The
Economist’s Production function
0 komentar:
Posting Komentar