Recent Post

Sabtu, 09 November 2013

Administrasi Pendidikan



A.    Perkembangan Ilmu Pendidikan di Indonesia
Perkembangan Ilmu Pendidikan di Indonesia dalam kurun waktu 1965-1985 dapat dilihat dari beberapa segi :
1.     Latar Belakang Historis
Sejarah kebijakan pendidikan di Indonesia dapat diikuti sesuai dengan pembagian kurun waktu. Yang pertama pada periode 1945-1950. Pada periode ini tanggal 17 Agustus 1945 adalah puncak perjuangan bangsa Indonesia untuk bebas dari penjajahan dan merdeka mengatur dirinya atas tanggung jawabnya sendiri dalam segi kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Semua itu telah tercantum dalam pancasila selaku dasar negara dan telah disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 yang berbunyi “memajukan kesejahtraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Namun pada tahun 1950 terjadi perubahan tujuan pendidikan yang sebelumnya (pada tahun 1945) adalah pembentukan warga negara yang sejati yang sanggup menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk negara dan bangsa Indonesia, maka berubah menjadi membentuk manusia yang susila dan cakap dan warga negara yang demokratis serrta bertanggung jawab tentang kesejahtraan masyarakat dan tanah air.
Periode yang kedua pada tahun 1959-1966; pada tahun ini
tidak banyak kebijakan pendidikan yang dicatat karena terjadi peristiwa penting dalam sejarah yakni kembalinya Negara Kesatua Republik Indonesia. Pada masa ini berdasarkan PP No. 65 Tahun 1951, biaya penyelenggaraan pendidikan diserahkan/dibebankan kepada orang tua murid, pengadaan sarana dan prasarana termasuk gedung sekolah dipikul oleh daerah, dan gaji guru dan tenaga kependidikan lainnya dibiayai oleh pemerintah pusat. Yang paling penting pada periode ini adalah lahirnya perundang-undangan pengaturan pendidikan yang pertama pada tahun 1950 yaitu UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran dan organisasi sekolah-sekolah.
Periode yang ketiga pada tahun 1959-1966; pada periode ini tujuan pendidikan daerah diubah, yaitu supaya melahirkan warga negara Sosialis Indonesia yang susila, yang bertanggung jawab atas terselenggaranya Masyarakat Sosialis Indonesia, adil, dan makmur spiritual maupun material dan berjiwa Pancasila. Tujuan pendidikan ini mulai goyah ketika meletusnya G 30-S/PKI. Hal penting diperiode ini adalah lahirnya UU No. 22 tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi. Namun UU pendidikan ini baik UU No. 4 maupun UU No. 22 dari segi hukum dan teknis pendidikan memiliki kelemahan dan tidak berfungsi usaha menyelenggarakan pendidikan dipergunakan ketentuan hukum yang lebih tinggi derajatnya berupa ketetapan MPR berupa GBHN.
Periode yang keempat pada tahun 1966-1998 yang berlandaskan kepada ketetapan-ketetapan MPRS tahun 1966, dan Ketetapan-ketetapan MPR tahun 1973, 1978, dan 1983, banyak kebijakan-kebijakan pendidikan yang telah dikeluarkan yang berwujud sebagai undang undang, peraturan pemerintah, keputusan-keputusan, surat edaran, peroyek peningkatan dan pengembangan pendidikan dalam sarana/prasarana, kurikulum tahun 1975, 1984, 1994, metode, dan sebagainya demi mencapai tujuan pendidikan yang telah digariskan dalam TAP-TAP tersebut. Secara ringkasnya, kebujakan-kebijakan pendidikan pada masa ini dititik beratkan pada maslah-masalah pemerataan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, efektifitas dan efisiensi pendidikan dengan pembangunan nasional.
Periode yang kelima pada tahun; 1998-2000. Pada peeriode ini era reformasi yang menjadi tonggak sejarah perubahan dengan runtuhnya rezim Soeharto yang disebabkan karena adanya demonstrasi besar-besaran. Tokoh penting yang menjadi pembicara di Era ini adalah Amin Rais yang belakangan disebut sebgai bapak reformasi. Tahun 1999 lahir UU Pemerintah Daerah N0. 22 tahun 1999 yang menitik beratkan pada pemerintah kabupaten/kota.
Periode yang terakhir yaitu pada tahun 2000-sekarang adalah era otonomi/ desentralisasi. Undang-undang tentang otonomi daerah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Untuk bidang pendidikan lahirlah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.
2.     Pendidikan dan Ilmu Pendidikan
a.      Makna Pendidikan
Ki Hajar Dewantara, pada waktu mengembangkan sistem pendidikan melalui perguruan Taman Siswa mengartikan pendidikan sebagai upaya suatu bangas untuk memelihara dan mengembangkan benih turunan bangsa itu. Untuk itu, manusia sebagai individu harus dikembangkan jiwa dan raganya dengan menggunakan segala alat pendidikan dan didasarkan adat istiadat bangsa itu. Sedangkan menerut beberapa ahli pendidikan adalah :
a)     M.J. Langeveled
Menurutnya pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaan dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain, dengan kata lain membimbing anak mencapai kedewasaan.
b)     J.J. Rousseau
Filosof dari Swiss Tahun 1712-1778. Pembekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, tapi dibutuhkan pada masa depan.
c)     John dewey
Filosof dari Chicago tahun 1859 M-1952 M. Beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual, emosional ke arah alam dan sesama manusia. Dengan kata lain sebagai usaha pengembangan potensi individu setiap peserta didik.
d)     Ivan Illc
Sedangkan menurut Ivan Illc pendidikan adalah pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan yang mengembangkan kematangan beragama dapat menjadikan individu sebagai seorang yang memiliki kekuatan spiritual quetion untuk itu dapat dikembangkan sembilan aspek filosofis religius yangg dapat dijadikan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1)     Tarbiyah Imaniyah (keimanan)
2)     Tarbiyah Ruhiyat (Ruh)
3)     Tarbiyah Fikriyah (Fikir)
4)     Tarbiyah Akkriyah (Emosi)
5)     Tarbiyah Akhlaq (Ahlak)
6)     Tarbiyah Istimariyah (Bermasyarakat)
7)     Tarbiyah Iradah (keinginan): Keinginan harus dididik
8)     Tarbiyah Badriyah (Fisik/Kesehatan)
9)     Tarbiyah Jinsiyah (Sex/Jenis Kelamin)

b.     Ilmu Pendidikan
Ilmu pendidikan memiliki objek penelitiannya yang khas yaitu fenomena atau situasi pendidikan yang dimana dalam proses pengarahan dan perkembangannya peserta didik terjadi interaksi antar pelajar atau peserta didik dengan pendidikan sedangkan metode pengamatan yang digunakan adalah pepaduan dua pendekatan yang filosofis dan empiris. Hasil dari kedua pendekatan itu akan berupa suatu teori pendidikan. Pendekatan filosofis bukan hanya mempertanyakan tentang hakikat dan tujuan hidup manusia tetappi juga tentang kemungkinan pendidikan dalam arti kemampuan manusia berkembang dan menerima pengaruh dari luar terutama secara etis sehingga pertumbuhan dan perkembangan manusia itu dapat diarahkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat berdasarkan potensi dan sifat-sifat bawaan seorang peserta didik sebagai makhluk sosial dan sebagai individu.
Pedekatan empiris mempertanyakan persyaratan-persyaratan teknis termasuk penciptaan situasi pendidikan, segala upaya dan alat pendidikan yang sesuai dan efektif dalam membantu dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik tersebut. Peneropongan filosofis menghasilkan asumsi-asumsi dasar tentang hakikat dan tujuan hidup manusia, tentang sifat-sifat dan potensi manusia untuk berkembang dan menerima pengaruh dari luar dan nilai serta norma yang dipergunakan dalam mengarahkan perkembangan itu, dalam arti untuk mencapai tujuan pendidikan. Peneropongan empiris menghasilkan teori-teori tentang situasi alat-alat atau sarana dan prasarana yang efektif untuk mencapai tujuan hidup.
c.      Ciri-ciri Keilmuan dan Ilmu Pendidikan
Menurut Ogburn dan Nimkoff ilmu adalah pengetahuan arti dari ilmu itu terletak pada arti pengetahuan yang dapat dibedakan dari kepercayaan, tahayul dan informasi yang salah. Pengetahuan bukan hanya membawa kepastian dan perkiraan saja, melainkan menghalaukan ketakutan yang datang dari ketidak tentuan. Dalam kaitan ini suatu ilmu perlu memiliki tiga dasar keilmuan yaitu sebagai berikut :
1)     Dasar ontologis, yaitu adanya objek penalaran yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diamati atau di uji melalui alat dari manusia. Ilmu adalah pengetahuan yang empirik.
2)     Dasar epistemologis, yaitu adanya cara atau metode untuk menelaah objek tersebut: metode ilmiah. Ke dalamnya termasuk penalaran deduktif dan pendekatan empirik yang bersifat induktif dengan menggunakan statistika sebagai metode penunjang.
3)     Dasar aksiologis, yaitu adanya nilai kegunaan dari pengetahuan itu bagi kepentingan kesejahtraan manusia lahir dan batin. Dalam hal ini landasan moral sangatlah penting dalam pengetahuan yang dikembangkan dalam ilmu itu tidak disalahgunakan.
Ilmu bertujuan menambah kebenaran kepada pengetahuan yang telah ada dengan memberikan dan menjelaskan secara teliti. Dengan memperhatikan ciri-ciri dan tujuan ilmu yang dikemukakan oleh Karl Pearson, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu itu mempunyai fungsi memahami, menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan batang tubuh pengetahuan yang bersangkutan.
d.     Batang Tubuh Pengetahuan Ilmu Pendidikan
Batang tubuh suatu ilmu dapat dilihat dari jelas tidaknya objek yang ditangani ilmu tersebut. Objek pengetahuan itu dapat dibedakan antara objek material yaitu unsur inti yang ditelaah dalam ilmu yang bersangkutan dan objek formal yaitu unsur-unsur yang saling berkaitan dan mengacu kepada objek materialnya. Objek material ilmu pendidikan adalah perilaku manusia. Perilaku manusia merupakan pencerminan keinginan dan tujuan manusia yang dalam penafsirannya perilaku manusia itu, banyak pendapat yang berbeda bahkan bertentangan. Sedangkan objek formalilmu pendidikan dapat dianalisis menjadi beberapa unsur. Menurut Langeveld berpendapat bahwa objek formal ini dengan menganalisis situasi pendidikan. Dari situasi pendidikan itu diperoleh unsur-unsur terpadu yang mencakup:
1)     Tujuan pendidikan
2)     Peserta didik
3)     Pendidik
4)     Hubungan peserta didik dan pendidik yang berupa cara atau metode pendidikan
5)     Materi atau bahan pendidikan
6)     Penilaian
7)     Konteks sosial dan budaya

3.     Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial Dasar
Ilmu pendidikan merupakan ilmu yang mempunyai objek material perilaku manusia. Apabila diperhatikan, perilaku manusia itu menjadi objek material berbagai ilmu dasar sosial lainnya. Oleh karena itu, banyak ilmu-ilmu yang bertumpuan pada ilmu pendidikan dengan ilmu sosial dasar lainnya itu. Lain dari itu ilmu sosial dasar maupun ilmu terapan, pada umumnya meletakkan tumpuan dasarnya pada filsafat. Oleh karena itu mudah dipahami apabila pendidikan sebagai ilmu menerima sumbangan yang besar baik dari filsafat maupun dari ilmu sosial dasar. Yang dimaksud dengan ilmu sosial dasar adalah sosiologi, antropologi, psikologi, dan psikologi sosil. Ilmu sosial dasar seperti sosiologi, antropologi, psikologi, dan psikologi sosil itu memberikan umpan material yang berguna kepada ilmu pendidikan untuk memecahkan masalah kemanusiaan dalam rangka membawa atau membimbing insan yang belum dewasa kedewasanyadan membawa diri dalam perrkembangannya sepanjang hayat.
4.     Ilmu Pendidikan di Indonesia
      i.          Gambaran Keadaan
pendidikan yang ada di Indonesia belum berkembang sebagai mana mestinya. Ilmu pendidikann yang berkembang di Indonesia adalah Ilmu Pendidikan yang dikembangkan oleh ahli-ahli di luar Indonesia. Bibit konsep pendidikan yang di kembangkan oleh Ki Hajar Dewantara tidak mendapat pengambangan dalam arti penelaah empirik. Konsep-konsep itu langsung dijadikan bahan pemikiran dalam praktik pendidikan, seperti halnya dengan konsep-konsep yang datang dari luar. Demikian pula dasar falsafah pancasila. Para ahli dalam bidang pendidikan cenderung untuk menerapkan langsung asas-asas itu dalam praktik pendidikan, tanpa disusun terlebih dahulu dalam bentuk ilmu pendidikan.
Dalam pengembangan Ilmu Pendidikan di Indonesia itu dapat dikemukan bahwa di satu pihak kurang sekali atau malah tidak ada pengamatan atau penelitian empiris baik berupa eksperimen atau uji coba lapangan maupun pengamatan situasi pendidikan yang terarah kepada penyempurnaan teori yang ada, apa lagi yang melahirkan teori pendidikan yang baru dan sesuai dengan suasana sosio-kultural di Indonesia. Dengan demikian dapat di simpulkan, bahwa ilmu pendidikan di Indonesia di sebabkan oleh dua faktor.
Yaitu yang pertama, karena kesulitan penelitian di bidang empirik di bidang pengembangan ilmu pendidikan yang menyebabkan kita mengambil jalan yang mudah dengan menerima saja hasil-hasil penelitian empiris dari negara-negara lain khususnya Amerika Serikat. Yang kedua yaitu, sulitnya mengoprasionalisasikan filsafat pancasila ke dalam pendidikan yang menyebabkan kita dengan mudah saja mengutip asas-asas Pancasila itu, dan dengan kutipan itu seakan-akan sudah cukup untuk memberi dasar dan kaitan terhadap konsep-konsep dan program pendidikan yang kita laksanakan sehari-hari.
    ii.          Kecenderungan Ilmu Pendidikan di Indonesia
Selama dua puluh tahun terakhir ini telah berkembang suatu konsepsi yang telah menjadi kebijaksanaan umum pendidikan nasional, baik di tinjau dari segi mikro maupun dari segi makro, bahwa :
a.      Pendidikan berlangsung seumur hidup dalam semua lingkungan
b.     Pendidikan bersifat semesta, menyuruh, dan terpadu
c.      Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan dan masyarakat

Ketiga kebijakan umum pendidikan nasional tersebut nampaknya didasarkan kepada beberapa teori pendidikan tertentu. Pertama, pendidikan sebagai proses yang berlangsung sepanjang hayat seseorang (sejak lahir sampai mati). Kedua, pendidikan dilandasakan kepada pandangan yang menganggap manusia sebagai satu keseluruhan yang utuh yaitu manusia Indonesia seutuhnya, yang keseluruhan segi-segi kemanusiaannya harus di kembangkan secara utuh dan terpadu. Ketiga, pendidikan dilihat sebagai suatu sistem diantaranya sistem-sistem sosial yang lain dan diantara sistem-sistem itu terdapat supra sistem yaitu kebudayaan, masyarakat, dan bangsa Indonesia.
5.     Teori-teori yang Di gunakan
Seperti dikemukakan terlebih dahulu, ilmu pendidikan Indonesia belum berkembang atau lebih tepat belum mempunyai bentuk. Sebagai akibat dari keadaan itu, maka praktik pendidikan dan upaya pemecahan masalah pendidikan di Indonesia masih menggunakan teori-teori yang berasal dari dan bersifat universal. Di samping itu, digunakan pula gagasan-gagasan tradisional yang berkembang di Indonesia pada masa lalu yang tidak sempat muncul sebagai teori yang tersurat. Penggunaan gagasan tersebut pada umumnya tidak intensional melainkan diterapkan melalui upaya pribadi para pendidik. Teori-teori tentang pendidikan yang datang dari luar banyak di gunakan baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain adalah sebagai berikut :


1)     Teori pendidikan naturalistik yang di kembangkan oleh J.J. Rousseau
2)     Teori-teori pendidikan yang di kembangkan oleh Pestalozzi, Montessori, Declory, dan Frobel
3)     Gagasan-gagasan Rabindranath Tagore
4)     Teori pendidikan fenomelogis yang dikembangkan oleh M.J. Langeveld
5)     Teori pendidikan yang bersifat pragmatis-instrumentalis yang dipelopori oleh John Dewey dari Amerika Serikat
6)     Teori pendidikan Bahavioristik
7)     Teori pendidikan holistic-humanistic
Diantara teori-teori dan gagasan pendidikan yang datanng dari luar, praktik pendidikan di Indonesia dewasa ini juga banyak menggunakan gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh pendidikan Indonesia sendiri. Banyak dari gagasan-gagasan itu yang telah menampung gagasan yang datang dari luar baik ditampung secara sadar maupun tidak sadar. Gagasan pokok yang sangat terkenla adalah yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara melalui sistem Perguruan Taman Siswa.
Keseluruhan gagasan pendidikan Ki Hajar Dewantara tertuang dalam lima asas pendidikan yang disebut “Pancadarma Taman Siswa” yang meliputi asas-asas sebagai berikut:
1)     Kemerdekaan
2)     Kodrat Alam
3)     Kebudayaan
4)     Kebangsaan
5)     Kemanusiaan
Di smping gagasan Ki hajar Dewantara ada juga gagasan lain yang muncul di Indonesia seprti Budi Utoma yang menetang penjajah, Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Misi Katolik yang berlandaskan agama lalu ada juga yanng berladasakan sosial seperti sekolah Kartini, Keutamaan Istri, Paguyuban Pasundan, dan Serikat Ambon.
B.    Langkah Permulaan Ke Arah Studi Tentang Produktivitas Pendidikan
Langkah permulaan ke arah studi tentang produktivitas pendidikan yang pertama adalah rasional. Maksudnya kita harus memajukan rasional produktivitas sistem pendidikan di Indonesia. Ketika kita hendak memajukan Produktivitas sistem Pendidikan di Indonesia akan ada pertanyaan yaitu yang pertama :
1)     Apakah Sistem Pendidikan Kita Sekarang Produktif ?
2)     Dimana masalah rendahnya produktivitas pendidikan yang paling kritis ?
3)     Adakah jalan-jalan alternatifuntuk meningkatkan produktivitas pendidikan ?
Setelah kita menjawab pertanyaan di atas baru lah kita dapat menjawab bisa atau tidak kita meningkatkan produktivitas pendidikan di Indonesia (yang akan di bahas pada saat diskusi).
C.    Produktifitas Pendidikan Masalah Yang Strategik
            Perkembangan pendidikan di Indonesia dalam kurun waktu 1990 – 2010 menunjukan kemajuan yang pesat, secara kuantitatif yang menuju kearah pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan . Namun demikian, dengan perhatian pemerintah dan rakyat Indonesia yang begitu besar terhadap pendidikan, dirasa perlu untuk melihat permasalahan yang strategic secara menyeluruh  yang ada garis besarnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
            Bangsa yang besar yang hidup dalam ribuan pulau yang beraneka ragam budaya ingin semakin diperkokoh dengan membelajarkan kedewasaan dan kemandirian sehingga tumbuh persaan dan tanggung jawab untuk bersatu mempertahankan mempersatukan diri dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki dasar negara, falsafah hidup dan kepribadian bangsa.
            Kemajuan – kemajuan dalam proses pembangunan yang terus melaju masih dihinggapi kesenjangan fundamental yaitu kesenjangan yang terdapat pada manusia sendiri sebagai inti pembangunan nasional yaitu kesenjangan atau krisis produktivitas kualitas manusia. Produktivitas dalam arti keseluruhan proses penataan sumber daya untuk mencapai tujuan pembangunan khususnya pembagunan pendidikan yang efektif dan efisiensi . Perpaduan efektivitas dan efesiensi daapt dilihat pada keutuhan manusia Indonesia dalam prestasi dan proses atas suasana terutama dalam pembangunan pendidikan itu sendiri.
            Dari Gejala – gejala tersebut dapat disimpulkan indikasi kesenjangan atau kritis produktivitas kualitas manusia yang relatif rendah baik dalam proses maupun proses ( suasana ). Apabila kesenjagan itu dibiarkan berlarut – larut dapat menggangu laju pembangunan dan dapat menguncangkan  stabilitas nasional . oleh karena itu , tidak mengherankan bila  khususnya Kementrian Pendidikan Nasional terus bergiat melalui kebijakan – kebijakan peningkatan profesionalisme maupun tata kelola pendidikan yang lebih akuntabel, berkualitas, dan terstandardisasi nasional juga internasional .secara Sistematik, permasalahan pendidikan dapat dilihat pada bagan berikut.
D.    Konsep Dasar Produktivitas Pendidikan
1)     Pengertian Produktivitas
            Dalam bahasa inggris, produktivitas adalah productivity berasal dari kata produce yang berarti menghasilkan dan  activity atau kegiatan. Jadi, produktivitas berarti kegiatan untuk menghasilkan sesuatu ( barang atau jasa ).Produktivitas berbeda dengan pengertian produk yang hanya sebagai output atau hasil. Produktivitas berbeda dengan pengertian produk yang hanya sebagai output atau hasil. Produktivitas harus memiliki muatan lebih . orang yang produktivitasnya tinggi adalah orang yang mencapai banyak hasil dalam hidupnya . semakin tinggi tingkat produktivitasnya berarti semakin banyak hasil yang ia capai dan semakin banyak tujuan – tujuan yang ia tetapkan dapat direalisasikan.
2)     Produktivitas Pendidikan
            Produktivitas pendidikan dapat dilihat dari output pendidikan yang berupa prestasi , serta proses pendidikan yang berupa suasana pendidikan . Prestasi dapat dilihat dari masukan yang merata, jumlah tamtan yang banyak. mutu muatan yang tinggi , relevansi yang tinggi dan dari sisi ekonomi yang berupa penyelenggaraan penghasilan . Sedangkan proses atau suasana tampak dalam kegairahan belajar , dan semangat kerja yang tinggi serta kepercayaan dari berbagi pihak . Secara sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur dengan melihat indeks pengeluaran riil pendidikan, dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang didik .
            Esensi dari produktivitas pendidikan adalah prestasi siswa secara akademik dan non akademik yang ditunjang oleh system yang bermutu dimana seluruh unsure pendidikan terutama 6 standar menunjukan prestasinya masing – masing .
1)     Guru dan tenaga kependidikan lainya bekerja professional dan produktif
2)     Sarana prasarana dimanfaatkan secara maksimal
3)     Kurikulum relevan dengan kebutuhan dan kehidupan dari standar isi maupun standar prosesnya, maupun dari system pinilaianya
4)     Manajement sudah mencerminkan prinsip  good government dengan akuntabilitas yang tinggi
5)     Penggunaan keuangan sudah inhern dengan tujuan –tujuan pendidikan
6)     Masyarakat pendidikan sudah berkontribusi dan bertanggung jawab terhadap kemajuan pendidikan
3)     Faktor – faktor yang Mempengaruhi produktivitas
            “Tujuan merupakan keniscayaan dari kerja kerasmu”, merupakan suatu statement yang menekankan pada kekuatan kerja sebagai kunci keberhasilan. Ini artinya tujan sebagai ukuran produktivitas sangat tergantung pada proses yang dilakukan secara serius. Dalam bidang pendidikan yang  tujuannya focus pada penciptaan sumber daya manusia yang berkualitas sangat tergantung pada proses yang sinergetik sifatnya, yaitu suatu proses yang terbentuk dari berbagai factor secara keseluruhan yang secara sadar bekerja untuk mencapai tujuan umum.
            Pendidikan adalah proses yang kompleks dengan banyak variable yang mempengaruhi. Setidaknya dari personil yang terkait dan berada dalam system sekolah ada 12 jenis personil yang mempengaruhi yaitu pengawas sekolah, kepala sekolah, guru mata pelajaran, guru BK, kepala TU, staff TU, Pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, komite sekolah, orang tua siswa, penguru organisasi siswa,dan penjaga sekolah. Personil – personil ini harus bekerja sesuai kapasitas dan kapabilitasnya dengan mengedepankan syarat profesionalisme. Mereka adalah orang – orang terpenting yang dapat menunjukan produktivitas secara nyata. Mereka bekerja ditopang oleh sumber – sumber lain yang menjadi variable pendukung utama yaitu adanya alat, sumber dan media, untuk dipergunakan bagi pengaturan proses belajar mengajar yang memerlukan adanya kurikulum, strategi pembelajaran, dan evaluasi.
            Mali ( 1978 ) mengatakan bahwa proses pendidikan dipengaruhi oleh banyak factor, ada 30 (faktor) yang  menjadi variable produktivitas yang dapat dinyatakan secara singkat sebagai berikut :
1)     Pada level keempat (tertinggi) yang mempengaruhi produktivitas secara langsung adalah efektivitas (performance) dan efisiensi (penggunaan sumber).
2)     Pada level ketiga, yang mempengaruhi produktivitas secara tidak langsung adalah keterampilan (skill), motivasi, metode, dan biaya.
3)     Pada level kedua, yang mempengaruhi produktivitas terdiri atas kepemimpinan, pengalaman, iklim, insentif jadwal, struktur organisasi, teknologi dan material.
4)     Pada level pertama, adalah yang paling tidak langsung pengaruhnya atas produktivitas adalah kemampuan, gaya, latihan, kondisi fisik, kesatuan, kesadaran social, tingkat aprisiasi, proses, pembagian tugas, kebijaksanaan, penelitian dan pengembangan, badan usaha dan perlengkapannya, standar, dan kuantitas.
4)     Pengukuran Produktivitas
            Tinggi rendahnya produktivitas sekolah ditentukan oleh hasil pengukuran dengan menggunakan beberapa indikator. Metode pengukuran dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu dengan cara produktivitas tital dan produktivitas persial, Produktivitas total dinyatakan dengan perbandingan antara output dan seluruh input atau sumber daya yang digunakan, seperti tenaga kerja, modal, mesin, bahan baku dan energi, sedangkan produktivitas persial adalah pengukuran produktivitas untuk setiap sumber daya yang digunakan dalam proses produksi.
            Kajian terhadap produktivitas secara lebih komperehensif adalah keluaran yang banyak dan bermutu dari tiap – tiap fungsi atau peranan penyelenggaraan sekolah, seperti dijelaskan Thomas ( 1972 ) yang menyodorkan tiga pendekatan mengukur produktivitas yaitu:
1)     The administrator’s production function
2)     The Psychologis’s production function
3)     The Economist’s Production function          

0 komentar:

Posting Komentar