Recent Post

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 11 Februari 2013

Ilmu Pendidikan Islam


PEMBAHASAN MATERI 
ILMU PENDIDIKAN ISLAM

A.    Pengertian Lembaga Pendidikan Indonesia
Lembaga merurut bahasa adalah “badan” atau “organisasi” (tempat berkumpul). Badan (lembaga) pendidikan menurut Ahmad D. Marimba adalah organisasi atau kelompok manusia yang karena satu dan lain-lain memikul tanggung jawab pendidikan kepda si terdidik sesuai dengan badan tersebut. Lembaga pendidikan islam adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga islam yang baik, yang permanen, maupun yang berubah-ubah dan mempunyai pola-pola tertentu dalam memerankan fungsinya, serta mempunyai struktur tersendiri yang dapat mengikat individu yang berada dalam naungannya, sehingga lembaga ini mempunyai kekuatan hukum tersendiri.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa lenbaga pendidikan islam adalah tempat atau organisasi yang menyelenggarakan pendidikan islam, yang mempunyai struktur yang jelas dan bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan islam. Oleh karena itu, lembaga pendidikan islam tersebut harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan terlaksananya pendidikan dengan baik, menurut tugas yang diberikan kepadanya, seperti sekolah (Madrasah) yang melaksanakan proses pendidikan islam.[1]
Sebagaimana yang telah disinggung di bagian pendahuluan, bahwa dalam Al-Qur’an tidak dikemukakan penjelasan tentang lembaga pendidikan Islam tersebut, kecuali lembaga pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan sebagai tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para sastrawan, madrasah, dan universitas. Meskipun lembaga seperti itu tidak disinggung secara langsung dalam Al-Qur’an, akan tetapi Al-Qur’an juga menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lembaga sebagai tempat sesuatu. Seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada umumnya, dikenal istilah al-qaryah yang diulang dalam Al-Qur’an sebanyak 52 kali yang dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. Sebagian ada yang dihubungkan dengan pendidiknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa dari Allah (Q.S. An-Nisa (4): 72; QS. Al-A’raf (7):4; QS. Al-Isra’ (17) :16; QS. An-Naml (27) :34) sebagian dihubungkan pula dengan penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai (QS. An-Nahl (16):112) dan sebagian lain dihubungkan dengan tempat tinggal para Nabi (Q.S. An-Naml (27): 56; QS. Al-A’raf (7):88; QS. Al-An’am (6):92). Semua ini menunjukkan bahwa lembaga (lingkungan) pendidikan berperan penting sebagai tempat kegiatan bagi manusia, termasuk kegiatan pendidikan Islam.

B.     Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan sangat dibutuhkan dalam proses pendidikan, sebab lembaga pendidikan tersebut berfungsi menunjang terjadinya proses belajar mengajar secara aman, nyaman, tertib, dan berkelanjutan. Dengan suasana seperti itu, maka proses pendidikan dapat diselenggarakan menuju tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
Pada periode awal, umat Islam mengenal lembaga pendidikan berupa kutab yang mana di tempat ini diajarkan membaca dan menulis huruf Al-Qur’an lalu diajarkan pula ilmu Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya. Begitu di awal dakwah Rasulullah Saw., ia menggunakan rumah Arqam sebagai institusi pendidikan bagi sahabat awal (assabiqunal awwalun). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam mengenal adanya rumah, masjid, kutab, dan madrasah sebagai tempat berlangsungnya pendidikan, atau disebut juga sebagai lingkungan pendidikan.[2] Menurut Sidi Gazalba, lembaga yang berkewajiban melaksanakan pendidikan islam adalah sebagai berikut.
1.      Rumah tangga, yaitu pendidikan primer untuk fasebayi dan fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Pendidikannya adalah orang tua, sanak kerabat, famili, saudara-saudara, teman sepermainan dan kenalan pergaulan.
2.      Sekolah, yaitu pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut. Pendidikannya adalah guru yang profesional.
3.      Kesatuan sosial, yaitu pendidikan tertier yang merupakan pendidikan yang terakhir tetapi bersifat permanen. Pendidikkannya adalah kebudayaan, adat istiadat, dan suasana masyarakat setempat.
Zuhairina mengemukakan bahwa secara garis besar, lembaga pendidikan Islam, dapat dibedakan kepada tiga macam, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
1.      Keluarga
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa keluarga merupakan bagian dari lembaga pendidikan informal. Selain itu, kelurga juga disebut sebagai satuan pendidikan luar sekolah. Pentingnya pembahasan tentang keluarga ini mengingat bahwa keluarga memiliki peranan penting dan paling pertama dalam mendidik setiap anak. Bahkan Ki Hajar Dewantara, seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata (2005) dalam buku Filsafat Pendidikan Islam menyatakan bahwa keluarga itu buat tiap-tiap orang adalah alam pendidikan yang permulaan. Dalam hal ini, orang tua bertindak sebagai pendidik, dan si anak bertindak sebagai anak didik. Oleh karena itu, keluarga harus menciptakan suasana yang edukatif sehingga anak didiknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia sebagaimana yang menjadi tujuan ideal dalam pendidikan Islam.
Agar keluarga mampu menjalankan fungsinya dalam mendidik anak secara Islami, maka sebelum dibangun keluarga perlu dipersiapkan syarat-syarat pendukungnya. Al-Qur’an memberikan syarat yang bersifat psikologis, seperti saling mencintai, kedewasaan yang ditandai oleh batas usia tertentu dan kecukupan bekal ilmu dan pengalaman untuk memikul tanggung jawab yang di dalam Al-Qur’an disebut baligh. Selain itu, kesamaan agama juga menjadi syarat terpenting. Kemudian tidak dibolehkan menikah karena ada hal-hal yang menghalanginya dalam ajaran Islam, yaitu syirik atau menyekutukan Allah dan dilarang pula terjadinya pernikahan antara seorang pria suci dengan perempuan pezina. Selanjutnya, juga persyaratan kesetaraan (kafa’ah) dalam perkawinan baik dari segi latar belakang agama, sosial, pendidikan dan sebagainya. Dengan memperhatikan persyaratan tersebut, maka diharapkan akan tercipta keluarga yang mampu menjalankan tugasnya, salah satu di antaranya adalah mendidik anak-anaknya agar menjadi generasi yang tidak lemah dan terhindar dari api neraka. Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Tahrim (66) ayat 6.
Menurut Hammudah Abd Al-Ati, definisi keluaraga secara oprasional sdalah suatu struktur yang bersifat khusus, satu sama lain dalam keluarga mempunyai ikatan melalui hubungan darah atau pernikahan. Sistem kekeluargaan yang diakui oleh islam adalah “al-usrat az-zawjiyyah” (suami istri) yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak yang belum cukup umur atau berumah tangga. Anak yang telah menikah dipandang telah membuat keluarga pula. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat peserta didik pertama kali menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota nkeluarga lainnya. Keluargalah yang meletakkan dasar-dasar kepribadian anak-anak , karena pada masa ini, anak lebih peka terhadap pengaruh pendidikan. Lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah keluarga atau rumah tangga. Dalam sejarah tercatat bahwa rumah tangga yang dijadikan basis dan markas pendidikan Islam adalah rumah Arqam bin Abi Arqam. Rumah sebagai pendidikan dalam islam sudah diisyaratkan oleh Al-Quran, seperti yang terkandung dalam QS. Asy-Syura (26):214.

2.      Sekolah
Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Semakin besar anak, semakin banyak kebutuhannya. Karena keterbatasannya, orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan anak tersebut. Oleh karena itu, orang tua menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan, pendidikan, dan pengajaran dengan sengaja, teratur, dan terancam. Pendidik yang berlangsung disekolah bersifat sistematis, berjenjang, dan dibagi dalam waktu-waktu tertentu, yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.[3]
Masa sekolah bukan masa satu-satunya masa bagi setiap orang untuk belajar. Namun disadari bahwa sekolah merupakan tempat dan saat belajar yang strategis bagi pemerintah dan masyarakat untuk membina peserta didik dalam menghadapi kehidupan masa depan. Tugas guru dan pimpinan sekolah, di sampinbg memberikan pendidikan budi pekerti dan keagamaan, juga memberikan dasar-dasar ilmu pengetahuan. Pendidikan budi pekerti dan keagamaan di sekolah merupakan lanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga. Di Indonesia, lembaga pendidikan yang selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah pesantren, madrasah dalam bentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), dan sekolah milik organisasi Islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada, termasuk perguruan tinggi UIN/IAIN. Semua lembaga ini akan menjalankan proses pendidikan yang berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah dibangun dalam sistem pendidikan Islam.
Lembaga pendidikan merupakan komponen pendidikan yang menjadi tempat atau lingkungan pendidikan, yang menurut Ahmad Tafsir (2006) bahwa secara konseptual lembaga pendidikan (sekolah) dibentuk untuk melakukan proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan. Tiga tujuan setidaknya ingin dicapai melalui sekolah yakni moralitas (akhlak), civic (cinta tanah air), dan berpengatahuan. Lebih lanjut, Ahmad Tafsir mengungkapkan bahwa untuk pendidikan untuk masa depan dan kecenderungan abad ke-21 ialah terjadinya globalisasi dan pasar bebas menuntut tambahan kemampuan lulusan sebuah lembaga pendidikan. Dunia yang tanpa batas (borderless word), pasar bebas (WTO-word trade organization) telah diciptakan, dan tatanan dunia baru telah lahir. Namun demikian, dunia pendidikan Indonesia masih menghadapi tiga masalah besar, yaitu; sistem yang terlalu kaku, budaya korup (peringkat 2 dunia), dan belum berorientasi pada pemberdayaan dan mengantisipasi abad 21. Model Sekolah abad 21 haruslah menekankan pada kompetensi, pendidikan agama sebagai landasan terbentuknya karakter dan kepribadian; bahasa Inggris aktif; pendidikan sains; dan pendidikan keterampilan.

3.      Masyarakat
Masyarakat turut serta dalam memikul tanggung jawab pendidikan. Masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama setiap masyarakat. Masyarakat memiliki pengeruh besar terhadap pendidikan anak, terutama para pemimpin masyarakat atau pengusaha yang ada di dalamnya. Masyarakat merupakan lembaga pendidikan yang kedua setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai sejak anak-anak, berlangsung beberapa jam dalam satu hari selepas dari pendidikan keluarga dan sekolah.
Corak pendidikan yang diterima peserta didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan, pengetahuan, sikap, dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Diantara badan pendidikan kemasyarakatan dapat disebutkan antara lain:
a)      Kepanduan (pramuka)
b)      Perkumpulan-perkumpulan olahraga
c)      Perkumpulan-perkumpulan pemuda dan pemudi
d)     Perkumpulan-perkumpulan sementara, seperti Panitia Hari Besar Islam
e)      Kesempatan-kesempatan berjamaah, seperti hari jumat, acara tabligh, adanya kerabat yang meninggal
f)       Perkumpulan-perkumpulan perekonomian seperti koperasi
g)      Partai-partai politik
h)      Perkumpulan-perkumpulan keagamaan.
Aktifitas dan interaksi antara sesama manusia dalam badan pendidikan tersebut benyak mempengaruhi perkembangan kepribadian anggotannya. Apabila di dalamnya hidup suasana yang islami maka kepribadian anggotanya cenderum berwarna islam pula. Sebaliknya, jika aktifitas dan indteraksi didalamnya bercorak sekuler maka kepribadian anggotanya akan cenderung seperti itu pula. lembaga/ institusi pendidikan nonformal yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan lembaga informal seperti keluarga, orang tua harus memilih lembaga nonformal yakni masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselenggaranya pendidikan tersebut.
Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya. Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lembaga pendidikan nonformal, maka setiap individu sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community based education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal.


C.    Rekomendasi Bagi Lembaga Pendidikan Islam
Untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, maka ketiga lembaga pendidikan, yakni lembaga informal, informal dan nonformal di atas, perlu bekerja sama secara harmonis. Orang tua di tingkat keluarga harus memperhatikan pendidikan anak-anaknya, terutama dalam aspek keteladanan dan pembiasaan serta penanaman nilai-nilai. Orang tua juga harus menyadari tanggung jawabnya dalam mendidik anak-anaknya tidak sebatas taat beribadah kepada Allah semata, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah khusus lainnya, akan tetapi orang tua juga memperhatikan pendidikan bagi anaknya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada dalam Islam. Termasuk di antaranya mempersiapkan anaknya memiliki kemampuan/keahlian sehingga ia dapat menjalankan hidupnya sebagai hamba Allah sekaligus sebagai khalifah fil ardhi serta menemukan kebahagiaan yang hakiki, dunia akhirat. Selain itu, orang tua juga dituntut untuk mempersiapkan anaknya sebagai anggota masyarakat yang baik, sebab, masyarakat yang baik berasal dari individu-individu yang baik sebagai anggota dari suatu komunitas masyarakat itu sendiri. Mengenai hal ini, Allah Swt. juga telah menegaskan dalam QS. Ar-Ra’du (13):11, yaitu:
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Menyadari besarnya tanggung jawab orang tua dalam pendidikan anak, maka orang tua juga seyogyanya bekerja sama dengan lembaga formal, seperti sekolah atau madrasah sebagai lingkungan pendidikan formal untuk membantu pendidikan anak tersebut. Dalam hubungannya dengan sekolah, orang tua mesti berkoordinasi dengan baik dengan sekolah tersebut, bukan malah menyerahkan begitu saja kepada sekolah. Sebaliknya, pihak sekolah juga menyadari bahwa peserta didik yang ia didik merupakan amanah dari orang tua mereka sehingga bantuan dan keterlibatan orang tua sangat dibutuhkan. Kemudian sekolah juga harus mampu memberdayakan masyarakat seoptimal mungkin, dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan yang diterapkan.
Begitu pula masyarakat pada umumnya, harus menyadari pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang dimulai dari tingkat keluarga hingga kepada sekolah serta lembaga-lembaga pendidikan nonformal lainnya dalam upaya pencerdasan umat. Sebab antara pendidikan dengan peradaban yang dihasilkan suatu masyarakat memiliki korelasi positif, semakin berpendididikan suatu masyarakat maka semakin tinggi pula peradaban yang ia hasilkan; demikian sebaliknya. Jadi, dibutuhkan pendidikan terpadu antara ketiga lembaga pendidikan tersebut. Dengan keterpaduan ketiganya diharapkan pendidikan yang dilaksanakan mampu mewujudkan tujuan yang diinginkan. Pendidikan terpadu seperti inilah yang diinginkan dalam perspektif pendidikan Islam. Bahkan prinsip integral (terpadu) menjadi salah satu prinsip dalam sistem pendidikan Islam. Prinsip ini tentu tidak hanya keterpaduan antara dunia dan akhirat, individu dan masyarakat, atau jasmani dan rohani; akan tetapi keterpaduan antara lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat juga termasuk di dalamnya.

D.    Tugas Lembaga Pendidikan Islam

a.      Tugas Keluarga
Orang tua dituntut menjadi pendidik yang memberikan pengetahuan pada anak-anaknya dan memberikan sikap serta keterampilan yang memaahi, memimpin keluarga dan mengatur kehidupannya, memberikan contoh sebagai keluarga yang ideal, bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Tuugas di atas wajib dilaksankan oleh orang tua berdasarkan nash-nash Alquran, di antaranya:
1)      Firman Allah dalam Surah At-Tahrim (66): 6
2)      Firman Allah dalam Surah Luqman (31): 13-19
3)      Firman Allah dalam Surah An-Nisa (4): 9
Ayat-ayat diatas pada intinya adalah perintah agar orang tua menyelamatkan keluarga (anaknya) dari siksaan neraka. Itulah tugas orang tua. Tugas tersebut dapat di laksanakan dengan banyak memberikan nasihat tentang akidah, ibadah dan akhlak. Orang tua juga harus mempersiapkan anak dan keturunannya agar mampu hidup dengan kuat setelah orang tuanya meninggal dunia. Sesuai dengan tuntunan psikologi dan paedagogi, orang tua harus menggunakan berbagai taktik dan memilih strategi untuk melaksankan tugas tersebut.

b.      Tugas Sekolah
An-Nahlawi mengemukakan bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan harus mengemban tugas sebagai berikut:
1)      Merealisasikan pendidikan yang didasarkan atas prrinsip pikir, akidah, dan tasyri’ yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
2)      Memberi fitrah peserta didik sebagai insan yang mulia,agar tidak menyimpang dari tujuan Allah menciptakannya.
3)      Memberikan kepada peserta didik seperangkat peradaban dan kebudayaan islami.
4)      Membersihkan pikiran dan jiwa peserta didik dari pengaruh emosi karena pengaruh zaman dewasa ini lebih mengarah kepada penyimpangan fitrah manusiawi.
5)      Memberikan nilai dan moral serta peradaban manusia yang membawa khasanah pemikiran peserta didik menjadi berkembang.
6)      Menciptakan suasana kesatuan dan kesamaan antara peserta didik.
7)      Tugas mengkordinasikan dan membenahi kegiatan pendidikan lembaga-lembaga pendidikan, masjid, dan pesantren.
8)      Menyempurnakan tugas-tuga lembaga pendidikan keluarga, masjid, dan pesantren.[4]

E.     Tugas Lembaga Pendidikan Masyarakat
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, terdapat banyak lembaga pendidikan dalam masyarakat. Namun, di sini lembaga pendidikan masyarakat di masjid yang akan di bahas yang berperan sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan islam.
a.       Tugas Masjid
Masjid merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga. Oleh sebab itu implikasi Masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah :
a.       Mendidik untuk taat beribadah kepada Allah SWT.
b.      Menanamkan rasa cinta kepada ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial serta menyadarkan hak dan kewajiban
c.       Memberi rasa ketentuan, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rohani manusia melalui penididikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimise dan pengadaan penelitian.
b.    Tugas Masjid
          Masjid merupakan wadah atau tempat khusus yang berfungsi ganda sejak pertama kali keberadaannya. Secara garis besar berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan serta kebudayaan, dan tempat penyelenggaraan urusan ummat. Dari waktu kewaktu mengalami perkembangan bentuk dan sifat fungsi mesjid dan surau sangat beragam dan bervariasi. Dalam hal ini fungsi mesjid akan lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas proses belajar mengajar, fasilitas yang dimaksud adalah :
a)      Perpustakaan, yang menyediakan berbagai buku bacaan yang berbagai disiplin keilmuan.
b)      Ruang diskusi, yang digunkan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat berjama`ah. Langkah-langkah praktis yang ditempuh dalam operasionalisasi adalah memberikan planning terlebih dahulu dengan menampilkan beberapa pokok persoalan yang akan dibahas.
c)      Ruang kuliah, baik digunakan untuk remaja mesjid atau madrasah diniyah



[1] Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.
[2] http://lembagastudiislam.blogspot.com/2012/02/konsep-lembaga-pendidikan-islam.html
[3] D. Marimba, Ahmad. 1986. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’arif
[4] Muhaimin dan Abd. Mujib, 1994. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo

psikologi


PENDAHULUAN
Dalam lingkup yang lebih khusus, terutama dalam konteks kelas, psikologi belajar atau psikologi pembelajaran banyak memusatkan perhatiannya pada psikologi dan pembelajaran. Fokusnya adalah aspek – aspek psikologis dalam aktivitas pembelajara, sehingga dapat diciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif. Upaya tersebut, dapat dilakukan dengan mewujudkan prilaku mengajar yang efektif pada guru, dan mewujudkan prilaku belajar pada siswa yang terkait dengan proses pembelajaran.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa psikologi belajar mempunyai peranan besar dalam proses pembelajaran khususnya bagi kita sebagai calon guru. Maka, dalam makalah inipun mengangkat masalah psikologi belajar dan mencoba mengembangkan materi dari hubungan perkembangan terhadap proses belajar.
Dalam mempelajari perkembangan manusia diperlukan adanya perhatian khusus mengenai proses pematangan (khususnya pematangan fungsi kognitif), proses belajar dan pembawaan atau bakat. Karena ketiga hal berkaitan erat dan saling berpengaruh dalam perkembangan kehidupan manusia tak terkecuali para siswa sebagai peserta didik kita. Dikarenakan apabila fungsi kognitif, bakat dan proses belajar seorang dalam keadaan positif, hampir dapat dipastikan siswa tersebut akan mengalami proses perkembangan kehidupan secara mulus. Akan tetapi, asumsi yang menjanjikan ini belum tentu terwujud, karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses perkembangan siswa dalam menuju cita-cita bahagianya.


A.    Pengertian Psikologi Belajar
Psikologi Belajar adalah sebuah frase yang terdiri dari dua kata, yaitu psikologi dan belajar. Psikologi berasal dari bahsa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah psikologi berarti ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Dalam perkembangan selanjutnya, karena kontak dengan berbagai disiplin ilmu, maka lahirlah bermacam-macam definisi psikologi yang satu sama lain berbeda, seperti berikut :
1.      Psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental (the science of mental life)
2.      Psikologi adalah ilmu mengenai pikiran (the science of mind)
3.      Psikologi adalah ilmu mengenai tingkah laku (the science of behavior)
Menurut Crow and Crow, psichology is the study of human behavior and human relationship. Dari batasan tersebut diatas jelas bahwa yang di pelajari oleh psikologi adalah tingkah laku manusia, yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya, baik yang berupa manusia lain (human relationship) maupun yang bukan manusia seperti hewan, iklim, kebudayaan, dan sebagainya.
Pengertian tingkah laku dalam batasan ini mempunyai arti yang luas, meliputi tingkah laku yang nyata (eksplitasi; terbuka) seperti berbicara, membaca, tertawa, melompat, dan sebagainya dan tingkah laku yang tak nyata (implitasi; tertutup) seperti berfikir, mengingat, merasakan, menghendaki, dan sebagainya. Tingkah laku yang tak nyata itu merupakan proses yang tidak dapat di amati. Karena gejala-gejalanya dalam bentuk berfikir, mengingat merasakan, berkehendak, dan sebagainya, maka tingkah laku yang tak nyata itu berubah jadi tingkah laku nyata itu berubah menjadi tingkah laku nyata atau tingkah laku terbuka. Psikologi lebih banyak dikaitkan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu, dan juga bagaimana memahami bagaimana manusia berfikir dan berperasaan.
Sedangkan belajar itu sendiri secara sederhana dapat diberi definisi sebagai aktifitas yang dilakukan individu secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari apa yang telah di pelajari dan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan dalam arti belajar, dipahami sebagai perubahan yang relatif permanen pada aspek psikologis. Individu yang berubah karena gila, mabuk, atau cedera fisik, bukanlah termasuk kategori belajar, walaupun mempengaruhi jiwanya untuk sementara. Jadi, psikologi adalah sebuah disiplin psikologi yang berisi teori-teori psikologi mengenai belajar, terutama mengupas bagaimana cara individu belajar atau melakukan pembelajaran.[1]


B.     Ruang Lingkup Psikologi Belajar
Sebagai sebuah disiplin ilmuyang merupakan cabangdari psikologi, yang kajiannya dikhususkan pada masalah belajar memiliki ruang lingkup di sekitar masalah belajar saja. Jangan bingung bila ruang lingkup psikologi belajar terdapat juga dalam kajian psikologi pendidikan. Karena memang psikologi pendidikan sebagai ilmu terapan (applied science) berusaha menerangkan masalah belajar menurut prinsip-prinsip dan fakta-fakta mengenai tingkah laku manusia yang telah di tentukan secara ilmiah. Karenanya masalah belajar mendapat sorotan yang besar dalam psikologi pendidikan.
Psikologi belajar memiliki ruang lingkup yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu masalah belajar, proses belajar, dan situasi belajar.
1.      Pokok Bahassan Mengenai Belajar
a)      Teori-teori belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme,  teori belajar kognitivisme, dan  teori belajar konstruktivisme.[2]
b)      Prinsip-prinsip belajar
c)      Hakikat belajar
d)     Jenis-jenis belajar
e)      Aktivitas-aktivita belajar
f)       Belajar efektif
g)      Karakteristik perubahan hasil belajar
h)      Manifestasi perilaku belajar
i)        Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
2.      Pokok Bahasan Mengenai Proses Belajar
a)      Tahapan perbuatan belajar
b)      Perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama belajar
c)      Pengaruh pengalaman belajar terhadap perilaku individu
d)     Pengaruh motivasi terhadap perilaku belajar
e)      Siknivikasi perbedaan individual dalam kecepatan memproses kesan dan keterbatasan kapasitas individu dalam belajar
f)       Masalah proses lupa dan kemampuan individu memproses perolehannya melalui transfer belajar.
3.      Pokok Bahasan Mengenai Situasi Belajar
a)      Suasana dan keadaan lingkungan fisik
b)      Suasana dan keadaan lingkungan non fisik
c)      Suasana dan keadaan lingkungan sosial
d)     Suasana dan keadaan lingkungan non sosial


C.    Metode Psikologi Belajar
Ada beberapa metode riset yang sudah lazim digunakan dalam psikologi, yaitu sebagai berikut.
1)      Metode Eksperimen (Eksperimental Method)
Maksud di lakukannya eksperimen dalam psikologi adalah untuk menguji keyakinan atau pendapat tentang tingkah laku manusia dalam situasi atau kondisi tertentu.  Dengan kata lain eksperimen dilakukan dengan anggapan bahwa semua situasi atau kondisi dapat dikontrol dengan teliti, yang keadaannya berbeda dari observasi yang terkontrol. Melalui usaha eksperimen demi eksperimen kemudian kebenaran-kebenaran psikologis yang semula didasarkan atas terkaan, pemikiran, dan renungan, saat ini didasarkan atas percobaan-percobaan(eksperimen). Untuk mendukung pelaksanaan eksperimen, paling tidak menggunakan dua kelompok yang diperbandingkan. Kelompok pertama sebagai kelompok “kontrol” dan kelompok kedua sebagai kelompok “eksperimen”. Studi eksperimen, selain dilakukan dilapangan, yaitu dalam suasana kelas, juga digunakan di laboraturium untuk individu atau sekelompok individu dan hewan.
2)      Metode Observasi
Metode Observasi adalah metode untuk mempelajari gejala kejiwaan melalui pengamatan dengan sengaja, teliti, dan sistematis. Sejauh yang dapat dilakukan, observasi bisa dibedakan menjadi dua, yaitu metode instrospeksi dan metode ekstrospeksi.
a.       Metode instropeksi
Metode Introspeksi adalah metode untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan dengan jalan meninjau gejala-gejala jiwa sendiri secara sengaja, teliti, dan sistematis. Dalam melakukan instropeksi (intro = ke dalam; spectare = melihat) tak  mungkin memberi hasil yang baik, karena tidak ada orang yang dapat mempelajari peristiwa-peristiwa jiwanya sendiri secara objektif. Keberatan-keberatan terhadap metode introspeksi adalah bahwa introspeksi yang diselidiki hanya sebagian yang disadari saja. Sedangkan bagian yang tidak di sadari tidak ikut diselidiki, juga hal yang dapat merendahkan diri sendiri terkadang disembunyikan karena malu dan sebagainya.
b.      Metode Ekstropeksi
Metode Ekstropeksi adalah metode untuk memplajari gejala-gejala kejiwaan dengan jalan mempelajari peristiwa-peristiwa jiwa orang lain dengan teliti dan sistematis. Atau metode yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis oleh satu atau lebih dari seorang. Dengan sengaja artinya pengamatan itu dilakukan dengan sadar dan tujuan yang jelas. Sedangkan dengan sistematis artinya pengamatan itu dilakukan dengan terencana dan dengan cara-cara tertentu yang telah disiapkan sebelumnya.penggunaan metode ini dapat dimanfaatkan untuk membantu mendiagnosa kesulitan anak belajar disekolah.

3)      Metode Genetik (The Genetic Method)
Metode ini, juga disebut metode perkembangan (development method) merupakan teknik observasi yang digunakan untuk meneliti masa pertumbuhan mental dan fisik anak dan juga hubungannya dengan anak-anak lain dan orang-orang dewasa, yakni perkembangan sosialnya, kemudian dicatat dengan cermat. Pendekatan bisa menempuh satu atau dua pendekatan sekaligus, yaitu cross-sectioonal (horizontal) dengan longitudinal(vertikal).pendekatan cross-sectional (horizontal) digunakan untuk memperoleh dua data, misalnya, mengenai pertumbuhan kecerdasan, gerak, dan perasaan anak sejak lahir sampai masa tertentu. Sedangkan pendekatan longitudinal, antara lain dianggap tidak praktis dan bahkan sulit dilaksanakan. Sekalipun kedua pendekatan tersebut dapat dihasilkan data yang lebih valid, khususnya berhubungan dengan perubahan-perubahan pada umumnya, namun keduanya mengandung kelemahan, terutama pendekatan longitudinal, antara lain dianggap tidak praktis dan bahkan sullit dilaksanakan.

4)      Metode Riwayat Hidup atau Klinis
Metode riwayat hidup adalah untuk menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dengan jalan jalan mengumpulkan riwayat hidup sebanyak-banyaknya, baik yang ditulis sendiri maupun yang ditulis oleh orang lain. Dalam penyelidikan ini buku-buku harian dan kenang-kenangan besar sekali manfaatnya. Studi lewat metode riwayat hidup (the case history) ini biasanya penerapannya terbatas untuk mencoba memecahkan kesulitan-kesulitan belajar yang benar-benar dihadapi pelajar. Jadi, pendekatan ini pada pokoknya, tidak berhubungan dengan prinsip-prinsip psikologis atau pendidikan. Dan sebliknya, tujuan satu-satunya adalah diagnosis atau tretment.
Oleh sebab itu, studi kasus yang disusun secara hati-hati, sudah tentu akan memasukkan data mengenai latar belakang keluarga dan sosial, kesehatan jasmani dan perkembangan emosi, serta pengalamana pendidikan. Termasuk pula minat, hobi, dan kegiatan individu di masa sekarang, yang semuanya relevandengan masalh yang hendak dipecahkan. Namun metode ini juga memiliki kelemahan, antara lain tidak seluruh kejadian di masa lalu akan tetap dapat di ingat, sehingga keterangan-keterangan yang diberikan boleh jadi tidak objektif. Akibat lebih lanjut, kesimpulan yang ditarik pun akan jauh dari kebenaran.

5)      Metode Tes
Tes adalah suatu alat yang didalamnya berisi sejumlah pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan, untuk mendapatkan gambaran tentang kejiwaan seseorang atau sekelompok orang. Tes merupakan instrumen riset yang penting dalam psikologi masa sekarang. Ia digunakan untuk mengukur semua jenis kemampuan minat, bakat, prestasi, sikap, dan ciri kepribadian. Tes memungkinkan ahli jiwa memperoleh data dalam jumlah besar dari orang-orang tanpa banyak gangguan atas kebiasaan mereka sehari-haritanpa memerlukan perlengkapan laboraturium yang rumit. Pada umumnya suatu tes mengemukakan suatu situasi yang seragam pada sekelompok orang yang berbeda-beda pada aspek-aspek yang relevandengan situasi tersebut.
Tidak ada metode yang digunakan dalam psikologi belajar yang sratus persen baik, begitu pun sebaliknya. Untuk itu, dalam praktek, para ahli sering menggunakan lebih dari satu metode agar bisa saling melengkapi dan sekaligus data yang dihasilkan dapat dipercaya.dari laporan inilah pada gilirannya dapat ditelaah dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan praktek. Lebih-lebih sudah berulang kali diuji dan dibuktikan, yang kemudian melahirkan prinsip-prinsip yang secara empiris dapat dibenarkan dan dapat pula disampaikan secara efektif, sebagai salah satu persiapan kepada mereka yang berprofesi sebagai guru.

D.    Manfaat Mempelajari Psikologi
Psikologi belajar adalah sebuah disiplin ilmu yang memberikan wawasan kepada guru dan calon guru mengenai siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya. Hal-hal lain yang berhubungan dengan aktifitas belajar anak didik, juga dibicarakan di dalamnya. Semua itu penting untuk diketahui oleh guru dan calon guru dan berbagai manfaatnya bagi kepentingan pembelajaran disekolah tempat mengabdikan diri. Oleh karena itu, dalam konteks ini, ada beberapa manfaat yang dapat dipetik setelah mempelajari psikologi belajar, sebagai berikut.
a.       Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang hakikat siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya, hakikat umum belajar dan syarat-syaratnya yang diperlukan agar peristiwa belajar dapat berjalan dengan baik, yang dapat dimanfaatkan dalam pengambilan kebijakan pembelajaran.
b.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri-ciri khas perilaku belajar individu anak; yang dapat dimanfaatkan dalam memahami masalah belajar anak. Strategi belajar mengajar yang diperlukan pun menjadi lebih adabtable dan jauh dari dominasi guru.
c.       Dapat diperoleh ilmu pengetahuan bahwa setiap anak berbeda sebagai individu dalam belajar, yang mana dapat dimanfaatkan untuk melakukan pendekatan yang tepatdalam kegiatan belajar mengajar sesuai potensi individu anak masing-masing.
d.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang dapat dimanfaatkan dengan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif lagi kreatif dalam rangka meningkatkan hasil belajr yang optimal.
e.       Dapat diperoleh ilmu pengetahhuan bahwa pembawaan merupakan potensi anak yang tersedia yang dapat dirubah dengan menyediakan lingkungan belajar yang kreatif di dalam kelas.
f.       Dapat diperoleh  ilmu pengetahuan tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan teori-teori, prinsip-prinsip, dan fungsi, serta teknik motivasi belajar, yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pemberian motivasi kepada anak didik yang tidak atau kurang bergairah dalam belajar, sehingga diharapkan anak didik terlibat langsung dalam belajar.
g.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang hubungan antara tingkat kematangan dengan kesiapan belajar anak, yang dapat dimanfaatkan oleh dengan tidak memaksakan kehendak sendiri kepada anak didik untuk dipaksa belajar, padahal anak didik belum siap belajar.
h.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang kepastian belajar anak pada stadium umur tertentu, yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pengalokasian waktu belajar dan sebagai bahan pertimbangan sampai sejauh mana tingkat keluasan dan kedalaman materi yang diprogramkan dalam kurikulum, sehingga dapat memperkecil tingkat kesulitan belajar anak didik dalam menyerap, mengolah, dan menyimpan informasi dalam memori otak.
i.        Dapat diperoleh ilmu tentang masalah lupa dan faktor-faktor penyebabnya, yang dapat dimanfaatkan dalam rangka manajemen pembelajaran yang kondusif dengan tujuan informasi baru yang dapat diserap, diolah, dan disimpan dengan baik dan tidak membuat anak didik melupakan informasi lama yang telah tersimpan dalam memori otak.
j.        Dapat diperoleh ilmu pengetehuasn tentang maslah transfer belajar, yang dapat dimanfaatkan untuk membantu anak didik untuk mentransfer perolehannya ke dalam situasi lain, sehingga penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran betul-betul mantap dan bermakna.




















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikologi belajar adalah sebuah disiplin ilmu yang memberikan wawasan kepada guru dan calon guru mengenai siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya. Hal-hal lain yang berhubungan dengan aktifitas belajar anak didik, juga dibicarakan di dalamnya. Semua itu penting untuk diketahui oleh guru dan calon guru dan berbagai manfaatnya bagi kepentingan pembelajaran disekolah tempat mengabdikan diri.
Oleh karena itu, dalam konteks ini, ada beberapa manfaat yang dapat dipetik setelah mempelajari psikologi belajar, sebagai berikut.
a.       Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang hakikat siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya.
b.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri-ciri khas perilaku belajar individu anak.
c.       Dapat diperoleh ilmu pengetahuan bahwa setiap anak berbeda sebagai individu dalam belajar.
d.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
e.       Dapat diperoleh ilmu pengetahhuan bahwa pembawaan merupakan potensi anak yang tersedia yang dapat dirubah.
f.       Dapat diperoleh  ilmu pengetahuan tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan teori-teori, prinsip-prinsip, fungsi dan teknik motivasi belajar.
g.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang hubungan antara tingkat kematangan dengan kesiapan belajar anak.
h.      Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang kepastian belajar anak pada stadium umur tertentu.
i.        Dapat diperoleh ilmu tentang masalah lupa dan faktor-faktor penyebabnya.
j.        Dapat diperoleh ilmu pengetehuasn tentang maslah transfer belajar.


[1] Bahri Djamarah, Syaiful (2009). PSIKOLOGI BELAJAR. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta
[2]TEORI BELAJAR >> Teori Belajar Menurut Para Ahli | belajarpsikologi.com